Kemacetan Jakarta yang Tak Kunjung Usai
Siapa yang
tidak kenal dengan Jakarta? Jakarta yang merupakan Ibukota Negara Indonesia
dikenal sebagai kota dengan jumlah penduduk yang cukup banyak. Menurut data statistik tahun 2011, penduduk Jakarta
berjumlah 10.187.595 jiwa, padahal Jakarta hanya memiliki luas sekitar 661,52
km2. Ini menunjukkan bahwa dengan luas yang sekecil itu harus
menampung banyak penduduk.
Ketika pagi
hari, banyak penduduk yang berada di sekitar Jakarta seperti Bekasi, Tangerang,
Depok, Bogor mengadu nasib di Jakarta. Inilah yang membuat jalanan Jakarta
menjadi macet karena banyak kendaraan pribadi dari luar Jakarta pergi menuju
Jakarta, tepatnya di jantung Jakarta, tempat perkantoran. Tanpa ada penduduk
yang bekerja di Jakarta pun, Jakarta sudah padat, apalagi ditambah dengan
penduduk dari sekitar Jakarta yang hendak bekerja. Masalahnya tidak hanya
karena banyak penduduk dari luar Jakarta yang kerja di Jakarta, tetapi karena
mereka pergi dengan menggunakan kendaraan pribadi. Coba saja lihat jalan protokol
pada pagi hari, jalanan dipenuhi dengan kendaraan pribadi seperti motor dan
mobil. Yang membuat tambah macet adalah dalam satu mobil hanya ada satu orang,
berarti akan sangat banyak mobil yang bertebaran di jalan protokol Jakarta. Sehingga
pada saat jam pulang dan pergi kerja ada peraturan three in one yang mengharuskan dalam setiap mobil berisi minimal
tiga orang. Walaupun begitu, tetap saja ada cara untuk mensiasati agar tidak
terkena razia three in one yaitu
dengan menyewa joki. Biasanya pada jam tertentu joki sudah banyak berkeliaran
di pinggir jalan sebelum memasuki jalur three
in one. Kalau sudah begini, jalanan Jakarta tetap macet.
Ada cara
lain juga bagi para pengendara mobil yang seorang diri untuk menghindari jalur three in one yaitu dengan lewat tol,
karena di jalan tol bukan merupakan jalan kawasan three in one dan pada akhirnya menyebabkan jalan tol yang
seharusnya bebas hambatan menjadi jalan non tol karena macet juga. Beginilah
akibat dari pengguna jalan yang tidak mematuhi aturan yang bisa merugikan
banyak orang.
Menurut
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Royke Lumowa, faktor
pendukung kemacetan adalah perempatan, lampu merah, dan pintu pusat
perbelanjaan. Selain itu kemacetan terjadi juga di tempat angkutan umum
berhenti untuk mencari penumpang (ngetem). Menurut Royke, penyebab kemacetan di
Jakarta ada empat, yaitu karena daya tampung jalan yang sudah tidak mencukupi.
Yang kedua, karena sarana transportasi umum yang belum sebanding dengan
permintaan perjalanan setiap harinya. Yang ketiga, karena adanya hambatan
samping mulai dari pintu masuk pintu pusat perbelanjaan dan parkir liar. Dan
yang keempat, karena lemahnya disiplin para pengguna jalan dalam berlalu
lintas.
Saya
sependapat dengan apa yang dikatakan oleh Pak Royke, bahwa jalanan di Jakarta
sudah tidak mencukupi untuk menampung banyaknya kendaraan yang berlalu lalang
setiap harinya. Hal ini dikarenakan bertambahnya kendaraan pribadi tidak
diikuti dengan bertambahnya lebar jalan, sehingga jalanan menjadi semakin
sempit.
Polda Metro
Jaya mencatat jumlah kendaraan yang beredar di Jakarta saat ini ada 11.362.396
unit. Dari jumlah ini, 98% adalah kendaraan pribadi dan sisanya adalah angkutan
umum yang mengangkut 66% total penduduk Jakarta. Sudah sangat jelas bahwa
kendaraan pribadi yang menjadi penyumbang utama kemacetan. Tetapi kenapa sekarang muncul mobil murah? Malah menambah kemacetan saja. Selain itu kendaraan pribadi semakin bertambah karena untuk membawa pulang motor atau mobil hanya dengan DP yang murah, inilah yang membuat Jakarta semakin dibanjiri motor.
Kemudian
pemerintah berupaya dengan berbagai cara untuk mengatasi kemacetan ini, yaitu
dengan diadakannya bus Transjakarta atau busway dengan jalur tersendiri yang
terpisah dari jalan umum. Sebenarnya langkah ini sudah cukup bagus, apabila
juga didukung dengan infrastruktur yang memadai. Pengadaan busway menuai pro
dan kontra bahkan hingga saat ini. Busway dituduh sebagai penambah kemacetan karena
memiliki jalur khusus yang diambil dari jalan umum yang menyebabkan jalan umum
menjadi semakin sempit. Hal inilah yang membuat pengendara kendaraan pribadi
menyerobot jalur busway untuk mempercepat sampai ke tujuan. Kalau sudah begini,
para pengguna busway yang dirugikan, karena sama saja busway juga terkena macet
akibat ulah pengendara tadi.
Jalur busway
dibuat tersendiri untuk menghindari kemacetan karena pada jalur itu hanya boleh
dilalui busway. Para pekerja menjadi terbantu dengan adanya busway jika jalur
busway steril. Tapi ada masalah lain, yaitu jumlah busway yang masih belum
mencukupi untuk menampung warga Jakarta yang ingin bepergian. Contohnya adalah
ketika itu saya ingin pergi naik busway. Saya menunggu di halte busway selama
satu jam lebih karena busway yang tidak kunjung datang, walaupun datang
buswaynya sudah penuh dengan penumpang. Hal inilah yang membuat kurang nyaman
karena harus menunggu lama. Seharusnya pemerintah jika ingin menggalakkan
penggunaan angkutan massal, harus disertai dengan peningkatan infrastruktur dan
jumlah angkutan yang memadai.
Belum lama
ini juga ada penertiban di jalan sekitar rel kereta api. Penertiban itu untuk
memaksimalkan lahan di stasiun kereta api guna parkir kendaraan pribadi. Hal
ini juga dilakukan untuk mengurangi kemacetan di Jakarta. Jadi orang yang
tinggal di sekitar Jakarta seperti Depok, Bekasi, Tangerang, dan Bogor bisa
naik kendaraan pribadi hingga stasiun kereta, lalu memarkir kendaraannya di
dekat stasiun, kemudian pergi ke kantor dengan menggunakan kereta. Ini juga
turut mengurangi jumlah kendaraan yang bertebaran di Jakarta.
Jadi kemacetan tidak bisa langsung diatasi dengan cepat, tetapi bisa dikurangi dengan cara warga Jakarta kembali menggunakan transportasi massal seperti kereta, busway, maupun angkutan umum lainnya. Selain itu juga jangan parkir di sembarang tempat, karena parkir di sembarang tempat seperti di pinggir jalan dapat mengurangi lebar jalan sehingga menyebabkan kemacetan. Untuk pemerintah, perbanyaklah jumlah busway agar penumpang bisa pergi ke kantor atau sekolah tepat waktu tanpa harus menunggu busway datang tanpa ada info. Selain itu juga, busway yang ada untuk diperbaiki jika ada kerusakan agar tidak mengurangi kenyamanan penumpang.
Jadi kemacetan tidak bisa langsung diatasi dengan cepat, tetapi bisa dikurangi dengan cara warga Jakarta kembali menggunakan transportasi massal seperti kereta, busway, maupun angkutan umum lainnya. Selain itu juga jangan parkir di sembarang tempat, karena parkir di sembarang tempat seperti di pinggir jalan dapat mengurangi lebar jalan sehingga menyebabkan kemacetan. Untuk pemerintah, perbanyaklah jumlah busway agar penumpang bisa pergi ke kantor atau sekolah tepat waktu tanpa harus menunggu busway datang tanpa ada info. Selain itu juga, busway yang ada untuk diperbaiki jika ada kerusakan agar tidak mengurangi kenyamanan penumpang.
Transportasi
umum lainnya adalah bus seperti metro mini dan kopaja. Banyak bus yang
keadaannya memprihatinkan dan terlihat sudah tidak layak jalan. Mengapa saya
katakana begitu? Karena dari sekian bus yang ada, kebanyakan tidak memiliki
speedometer untuk pengukur kecepatan. Bahkan ada yang tidak ada wiper untuk
mengelap hujan di kaca mobil. Tentu hal ini membuat penumpang merasa tidak aman
sehingga enggan menggunakan bus.
Baru-baru
ini pemerintah akan mengadakan MRT. Sebelumnya pemerintah sudah membangun
monorail, tetapi entah mengapa pembangunannya berhenti di tengah jalan, yang
tersisa hanyalah tiang-tiang yang akhirnya dicoret-coret dan membuat kurang
enak dipandang. Semoga saja pembangunan MRT tidak molor, bisa selesai tepat
waktu, dan tidak ada hambatan lagi. Warga Jakarta sudah menanti kehadiran MRT
di tengah-tengah ibukota. Padahal sebenarnya ide untuk membangun MRT ataupun
monorail sudah sejak lama, tetapi baru tahun ini direalisasikan.
Kemacetan di
Jakarta bisa dikurangi dengan adanya peningkatan fasilitas dari pemerintah
serta diikuti dengan peran serta dari masyarakat. Tanpa adanya peran serta
masyarakat maka tidak akan pernah dapat menyelesaikan masalah yang kompleks
ini.
Sarah Syahriyani (26211614)
3EB01
Komentar
Posting Komentar