Ethical Governance
Pengertian Ethical Governance
Ethical Governance (Etika Pemerintahan) terdiri dari dua kata, yaitu “etika”
dan “pemerintahan”. Etika berasal dari bahasa Yunani “ethes” yang berarti
kesediaan jiwa akan kesusilaan, atau dapat diartikan kumpulan dari
peraturan-peraturan kesusilaan. Kesusilaan adalah peraturan hidup yang berasal
dari suara hati manusia. Suara hati manusia menentukan perbuatan mana yang baik
dan mana yang buruk, tergantung pada kepribadian atau jati diri masing-masing.
Manusia berbuat baik atau berbuat buruk karena bisikan suara hatinya (consience
of man). Sedangkan pemerintah berasal dari bahasa latin “Gubernaculum” yang
berarti kemudi, tetapi diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi
pemerintah atau pemerintahan. Pemerintahan dalam arti luas adalah segala
kegiatan badan-badan politik yang meliputi legislatif, eksekutif, dan yudikatif
dalam usaha mencapai tujuan negara. Pemerintahan dalam arti sempit adalah
segala kegiatan badan-badan publik yang hanya meliputi kekuasaan eksekutif.
Ethical Governance (Etika Pemerintahan) adalah ajaran untuk berperilaku
yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan
hakikat manusia. Etika pemerintahan merupakan ajaran untuk berperilaku baik dan
benar sesuai dengan nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia. Selain
itu etika pemerintahan juga merupakan bagian dari filosofi hukum yang mengatur
operasi pemerintah dan hubungannya dengan orang-orang dalam pemerintahan.
Governance System
Istilah sistem pemerintahan
terdiri dari dua kata, yaitu: "sistem" dan "pemerintah". Berarti
sistem secara keseluruhan yang terdiri dari beberapa bagian yang memiliki
hubungan fungsional antara bagian-bagian dan hubungan fungsional dari
keseluruhan, sehingga hubungan ini menciptakan ketergantungan antara
bagian-bagian yang terjadi, jika satu bagian tidak bekerja dengan baik maka akan
mempengaruhi keseluruhan. Dan pemerintahan dalam arti luas memiliki pemahaman
bahwa segala sesuatu yang dilakukan dalam menjalankan kesejahteraan negara dan
kepentingan negara itu sendiri. Dari pengertian itu, secara harfiah berarti
sistem pemerintahan sebagai bentuk hubungan antar lembaga negara dalam
melaksanakan kekuasaan negara untuk kepentingan negara itu sendiri dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan rakyatnya.
Budaya Etika
Good
governance merupakan tuntutan yang terus menerus diajukan oleh publik
dalam perjalanan roda pemerintahan. Tuntutan tersebut merupakan hal yang wajar
dan sudah seharusnya direspon positif oleh aparatur penyelenggaraan
pemerintahan. Good governance mengandung dua arti yaitu pertama menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang hidup dalam kehidupan masyarakat
berbangsa dan bernegara yang berhubungan dengan nilai-nilai
kepemimpinan. Good governance mengarah kepada asas demokrasi dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Kedua adalah pencapaian
visi dan misi secara efektif dan efisien. Mengacu kepada struktur dan
kapabilitas pemerintahan serta mekanisme sistem ke stabilitas politik dan
administrasi negara yang bersangkutan.
Untuk penyelenggaraan good
governance tersebut maka diperlukan etika pemerintahan. Etika merupakan
suatu ajaran yang berasal dari filsafat mencakup tiga hal yaitu :
- Logika, mengenai tentang benar dan salah.
- Etika, mengenai tentang prilaku baik dan buruk.
- Estetika, mengenai tentang keindahan dan kejelekan.
Makna dari governance dan good governance pada dasarnya tidak diatur
dalam sebuah undang-undang (UU). Tetapi dapat dimaknai bahwa governance adalah
tata pemerintahan, penyelenggaraan negara, atau management (pengelolaan) yang
artinya kekuasaan tidak lagi semata-mata dimiliki atau menjadi urusan
pemerintah. Governance itu sendiri memiliki unsur kata kerja yaitu governing
yang berarti fungsi pemerintah bersama instansi lain (LSM, swasta dan warga
negara) yang dilaksanakan secara seimbang dan partisipatif. Sedangkan good
governance adalah tata pemerintahan yang baik atau menjalankan fungsi
pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa (struktur, fungsi, manusia,
aturan, dan lain-lain). Clean government adalah pemerintahan yang bersih dan
berwibawa. Good corporate adalah tata pengelolaan perusahaan yang baik dan
bersih. Governance without goverment berarti bahwa pemerintah tidak selalu di
warnai dengan lembaga, tapi termasuk dalam makna proses pemerintah (Prasetijo,
2009).
Istilah good governance lahir sejak berakhirnya Orde Baru dan digantikan
dengan gerakan reformasi. Sejak itu pula sering diangkat menjadi wacana atau
tema pokok dalam setiap kegiatan pemerintahan. Namun meski sudah sering
terdengar di telinga legislatif, pengaturan mengenai good governance
belum diatur secara khusus dalam bentuk sebuah produk, UU misalnya. Hanya
terdapat sebuah regulasi yaitu UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang mengatur
penyelenggaraan negara dengan Asas Umum Pemerintahan Negara yang Baik (AUPB).
Good governance sebagai upaya untuk mencapai pemerintahan yang baik maka harus memiliki beberapa bidang yang dilakukan agar tujuan utamanya dapat dicapai, yang meliputi (Efendi, 2005): politik, ekonomi, sosial, dan hukum.
Good governance sebagai upaya untuk mencapai pemerintahan yang baik maka harus memiliki beberapa bidang yang dilakukan agar tujuan utamanya dapat dicapai, yang meliputi (Efendi, 2005): politik, ekonomi, sosial, dan hukum.
Mengembangkan Struktur Etika Korporasi
Semangat untuk mewujudkan Good
Corporate Governance memang telah dimulai di Indonesia, baik di kalangan
akademisi maupun praktisi baik di sektor swasta maupun pemerintah. Berbagai
perangkat pendukung terbentuknya suatu organisasi yang memiliki tata kelola
yang baik sudah distimulasi oleh pemerintah melalui UU Perseroan, UU Perbankan,
UU Pasar Modal, Standar Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha, Komite
Corporate Governance, dan sebagainya yang pada prinsipnya adalah membuat suatu
aturan agar tujuan perusahaan dapat dicapai melalui suatu mekanisme tata kelola
secara baik oleh jajaran dewan komisaris, dewan direksi, dan tim manajemennya.
Pembentukan beberapa perangkat struktural perusahaan seperti komisaris
independen, komite audit, komite remunerasi, komite risiko, dan sekretaris
perusahaan adalah langkah yang tepat untuk meningkatkan efektivitas “Board
Governance”. Dengan adanya kewajiban perusahaan untuk membentuk komite audit,
maka dewan komisaris dapat secara maksimal melakukan pengendalian dan
pengarahan kepada dewan direksi untuk bekerja sesuai dengan tujuan organisasi.
Sementara itu, sekretaris perusahaan merupakan struktur pembantu dewan direksi
untuk menyikapi berbagai tuntutan atau harapan dari berbagai pihak eksternal
perusahaan seperti investor agar supaya pencapaian tujuan perusahaan tidak
terganggu baik dalam perspektif waktu pencapaian tujuan ataupun kualitas target
yang ingin dicapai. Meskipun belum maksimal, Uji Kelayakan dan Kemampuan (fit
and proper test) yang dilakukan oleh pemerintah untuk memilih top pimpinan
suatu perusahaan BUMN adalah bagian yang tak terpisahkan dari kebutuhan untuk
membangun “Board Governance” yang baik sehingga implementasi Good Corporate
Governance akan menjadi lebih mudah dan cepat.
Kode Perilaku Korporasi (Corporate
Code of Conduct)
Code of Conduct adalah pedoman internal perusahaan
yang berisikan Sistem Nilai, Etika Bisnis, Etika Kerja, Komitmen, serta
penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam
menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan
stakeholders. Kode Etik dalam tingkah laku
berbisnis di perusahaan (Code of
Corporate and Business Conduct)” merupakan implementasi salah satu
prinsip Good Corporate Governance (GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan
& pimpinan perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etik bisnis yang
terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan.
Apabila prinsip tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh
karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi
“mana yang boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas bisnis
perusahaan. Pelanggaran atas Kode Etik merupakan hal yang serius, bahkan
dapat termasuk kategori pelanggaran hukum.
Kepatuhan
pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan dan
memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang
bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham
(shareholder value). Beberapa
nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu
kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik
yang efektif seharusnya bukan sekedar buku atau dokumen yang tersimpan saja.
Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat dimengerti oleh seluruh karyawan &
pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan dalam bentuk tindakan
(action). Beberapa contoh pelaksanaan kode etik yang harus dipatuhi oleh
seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain masalah informasi
rahasia dan benturan kepentingan (conflict
of interest).
Salah satu contoh perusahaan yang menerapkan kode perilaku korporasi
(corporate code of conduct) adalah sebagai berikut:
PT. NINDYA KARYA (Persero) telah membentuk tim penerapan Good Corporate
Governance pada tanggal 5 Februari 2005, melalui Tahapan Kegiatan sebagai
berikut :
Sosialisasi dan Workshop. Kegiatan sosialisasi terutama untuk para pejabat telah dilaksanakan dengan harapan bahwa seluruh karyawan PT NINDYA KARYA (Persero) mengetahui & menyadari tentang adanya ketentuan yang mengatur kegiatan pada level Manajemen keatas berdasarkan dokumen yang telah didistribusikan, baik di Kantor Pusat, Divisi maupun ke seluruh Wilayah.
Sosialisasi dan Workshop. Kegiatan sosialisasi terutama untuk para pejabat telah dilaksanakan dengan harapan bahwa seluruh karyawan PT NINDYA KARYA (Persero) mengetahui & menyadari tentang adanya ketentuan yang mengatur kegiatan pada level Manajemen keatas berdasarkan dokumen yang telah didistribusikan, baik di Kantor Pusat, Divisi maupun ke seluruh Wilayah.
Melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan
pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan
dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005. Adapun
Prinsip-prinsip Good Corporate Governance di PT NINDYA KARYA (Persero) adalah
sebagai berikut :
- Pengambilan Keputusan bersumber dari budaya perusahaan, etika, nilai, sistem, tata kerja korporat, kebijakan dan struktur organisasi.
- Mendorong untuk pengembangan perusahaan, pengelolaan sumber daya secara efektif dan efisien.
- Mendorong dan mendukung pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan stake holder lainnya.
Dalam mengimplementasikan Good Corporate Governance, diperlukan
instrumen-instrumen yang menunjang, yaitu sebagai berikut :
1.
Code of Corporate Governance (Pedoman Tata Kelola
Perusahaan), pedoman dalam interaksi antar organ Perusahaan maupun stakeholder
lainnya.
2. Code of Conduct (Pedoman Perilaku Etis), pedoman dalam
menciptakan hubungan kerjasama yang harmonis antara Perusahaan dengan
Karyawannya.
3. Board Manual, Panduan bagi Komisaris dan Direksi yang
mencakup Keanggotaan, Tugas, Kewajiban, Wewenang serta Hak, Rapat Dewan,
Hubungan Kerja antara Komisaris dengan Direksi serta panduan Operasional Best
Practice.
4. Sistem Manajemen Risiko, mencakup prinsip-prinsip
tentang Manajemen Risiko dan Implementasinya.
5. An Auditing Committee Contract – arranges the
Organization and Management of the Auditing Committee along with its
Scope of Work.
6. Piagam Komite Audit, mengatur tentang Organisasi dan
Tata Laksana Komite Audit serta Ruang Lingkup Tugas.
Evaluasi terhadap Kode Perilaku Korporasi
Setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar
ketentuan dalam Kode Etik tersebut perlu dikenakan sanksi yang tegas sesuai
dengan ketentuan / peraturan yang berlaku di perusahaan, misalnya tindakan
disipliner termasuk sanksi pemecatan (Pemutusan Hubungan Kerja). Beberapa
tindakan karyawan & pimpinan perusahaan yang termasuk kategori pelanggaran
terhadap kode etik, antara lain mendapatkan, memakai atau menyalahgunakan asset
milik perusahaan untuk kepentingan/ keuntungan pribadi, secara fisik mengubah
atau merusak asset milik perusahaan tanpa izin yang sesuai dan menghilangkan
asset milik perusahaan .Untuk melakukan pengujian atas Kepatuhan terhadap Kode
Etik tersebut perlu dilakukan semacam audit kepatuhan (compliance audit) oleh pihak yang independent,
misalnya Internal Auditor, sehingga dapat diketahui adanya pelanggaran berikut
sanksi yang akan dikenakan terhadap karyawan & pimpinan perusahaan yang
melanggar kode etik.Akhirnya diharpkan para karyawan maupun pimpinan perusahaan
mematuhi Code of Corporate & Business Conduct yang telah ditetapkan oleh
perusahaan sebagai penerapan GCG.
Mewujudkan konsep good governance dapat dilakukan dengan mencapai keadaan
yang baik dan sinergi antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil
dalam pengelolaan sumber-sumber alam, sosial, lingkungan dan ekonomi. Prasyarat
minimal untuk mencapai good governance adalah adanya transparansi, akuntabilitas,
partisipasi, pemberdayaan hukum, efektifitas dan efisiensi, dan keadilan.
Kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah harus transparan, efektif dan
efisien, serta mampu menjawab ketentuan dasar keadilan. Sebagai bentuk
penyelenggaraan negara yang baik maka harus keterlibatan masyarakat di setiap
jenjang proses pengambilan keputusan (Hunja, 2009).
Konsep good governance dapat diartikan menjadi acuan untuk proses dan struktur hubungan politik dan sosial ekonomi yang baik.
Konsep good governance dapat diartikan menjadi acuan untuk proses dan struktur hubungan politik dan sosial ekonomi yang baik.
Human interest adalah faktor terkuat yang saat ini mempengaruhi baik
buruknya dan tercapai atau tidaknya sebuah negara serta pemerintahan yang baik.
Sudah menjadi bagian hidup yang tidak bisa dipisahkan bahwa setiap manusia
memiliki kepentingan. Baik kepentingan individu, kelompok, dan/atau kepentingan
masyarakat nasional bahkan internasional. Dalam rangka mewujudkan setiap
kepentingan tersebut selalu terjadi benturan. Begitu juga dalam merealisasikan
apa yang namanya “good governance” benturan kepentingan selalu lawan utama.
Kepentingan melahirkan jarak dan sekat antar individu dan kelompok yang membuat
sulit tercapainya kata “sepakat”.
Good governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu kepada
proses pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang dapat dipertanggungjawabkan
secara bersama. Sebagai suatu konsensus yang dicapai oleh pemerintah, warga
negara, dan sektor swasta bagi penyelenggaraan pemerintahaan dalam suatu
negara. Negara berperan memberikan pelayanan demi kesejahteraan rakyat dengan
sistem peradilan yang baik dan sistem pemerintahan yang dapat dipertanggungjawaban
kepada publik. Dalam pembangunan ekonomi, lingkungan, dan pembangunan manusia.
Good governance menyentuh 3 (tiga) pihak yaitu pihak pemerintah (penyelenggara
negara), pihak korporat atau dunia usaha (penggerak ekonomi), dan masyarakat
sipil (menemukan kesesuaiannya). Ketiga pihak tersebut saling berperan dan
mempengaruhi dalam penyelenggaraan negara yang baik. Sinkronisasi dan
harmonisasi antar pihak tersebut menjadi jawaban besar. Namun dengan keadaan
Indonesia saat ini masih sulit untuk bisa terjadi (Efendi, 2005).
Dengan berbagai statement negatif yang dilontarkan terhadap pemerintah atas keadaan Indonesia saat ini. Banyak hal mendasar yang harus diperbaiki, yang berpengaruh terhadap clean and good governance, diantaranya (Efendi, 2005):
Dengan berbagai statement negatif yang dilontarkan terhadap pemerintah atas keadaan Indonesia saat ini. Banyak hal mendasar yang harus diperbaiki, yang berpengaruh terhadap clean and good governance, diantaranya (Efendi, 2005):
1. Pelaku Pemerintahan
Peran pemerintah yang sangat berpengaruh, maka integritas dari para
pelaku pemerintahan cukup tinggi tidak akan terpengaruh walaupun ada kesempatan
untuk melakukan penyimpangan misalnya korupsi.
2. Kondisi Politik dalam Negeri
Jangan menjadi dianggap lumrah setiap hambatan dan masalah yang
dihadirkan oleh politik. Bagi terwujudnya good governance konsep politik yang
tidak/kurang demokratis yang berimplikasi pada berbagai persoalan di lapangan.
Maka tentu harus segera dilakukan perbaikan.
3. Kondisi Ekonomi Masyarakat
Krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak
teratasi akan mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh.
4. Kondisi Sosial Masyarakat
Masyarakat yang solid dan berpartisipasi aktif akan sangat menentukan
berbagai kebijakan pemerintahan. Khususnya dalam proses penyelenggaraan
pemerintahan yang merupakan perwujudan riil good governance. Masyarakat juga
menjalankan fungsi pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan penyelenggaraan
pemerintahan. Namun jika masyarakat yang belum berdaya di hadapan negara, dan
masih banyak timbul masalah sosial di dalamnya seperti konflik dan anarkisme kelompok,
akan sangat kecil kemungkinan good governance bisa ditegakkan.
5.
Sistem Hukum
Menjadi bagian yang tidak terpisahkan disetiap penyelenggaraan negara.
Hukum merupakan faktor penting dalam penegakan good governance. Kelemahan
sistem hukum akan berpengaruh besar terhadap kinerja pemerintahan secara
keseluruhan. Good governanance tidak akan berjalan dengan baik di atas sistem
hukum yang lemah. Oleh karena itu penguatan sistim hukum atau reformasi hukum
merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good governance.
Mencari orang yang jujur dan memilik integritas tinggi sama halnya dengan mencari jarum dalam tumpukan jerami. Memilih aparatur atau pelaku pemerintahan yang unggul akan berpengaruh baik dengan penyelenggaraan negara. Korupsi yang masih tetap eksis sampai saat ini adalah salahsatu faktor yang mempersulit dicapainya good governance. Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) menjadi agenda wajib yang tidak pernah lelah untuk dilakukan. Inilah satu hal yang tidak boleh dilewatkan untuk mencapai pemerintahan yang baik.
Mencari orang yang jujur dan memilik integritas tinggi sama halnya dengan mencari jarum dalam tumpukan jerami. Memilih aparatur atau pelaku pemerintahan yang unggul akan berpengaruh baik dengan penyelenggaraan negara. Korupsi yang masih tetap eksis sampai saat ini adalah salahsatu faktor yang mempersulit dicapainya good governance. Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) menjadi agenda wajib yang tidak pernah lelah untuk dilakukan. Inilah satu hal yang tidak boleh dilewatkan untuk mencapai pemerintahan yang baik.
Mencegah (preventif) dan menanggulangi (represif) adalah dua upaya yang
dilakukan. Pencegahan dilakukan dengan memberi jaminan hukum bagi perwujudan
pemerintahan terbuka (open government). Jaminan kepada hak publik seperti hak
mengamati perilaku pejabat, hak memperoleh akses informasi, hak berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan dan hak mengajukan keberatan bila ketiga hak di
atas tidak dipenuhi secara memadai. Jaminan yang diberikan jika memang
benar-benar bisa disosialisasikan dengan baik kepada masyarakat
(Hardjasoemantri, 2003).
Source:
SARAH SYAHRIYANI
26211614
4EB01
Komentar
Posting Komentar