MACET
Berbicara mengenai
macet, apakah yang terpikirkan di benak Anda? Sumpek, panas, ruwet,
menyebalkan, menghabiskan waktu di jalan dengan percuma. Pokoknya macet sangat
tidak mengenakkan.
Kemacetan terjadi
dimanapun dan kapanpun, tetapi lebih sering terjadi di Jakarta. Sebagai kota
metropolitan dan kota sibuk, Jakarta menjadi tempat yang paling banyak
didatangi orang dari luar Jakarta untuk bekerja. Banyak dari mereka yang
bekerja di Jakarta tetapi tinggal di luar Jakarta, seperti Depok, Bekasi, Tangerang,
dan wilayah sekitar Jakarta. Sebenarnya hal ini tidaklah membuat masalah yang
berarti, tetapi jumlah kendaraanlah yang menjadi faktor utama penyebab
kemacetan.
Mengapa demikian?
Hal ini dikarenakan
jumlah kendaraan yang tidak sebanding dengan ruas jalan yang ada di Jakarta.
Mereka yang bekerja di Jakarta, kebanyakan berangkat dengan menggunakan
kendaraan pribadi seperti mobil dan
motor. Terutama yang bekerja di perkantoran, mereka pergi menggunakan
mobil dan menjadi masalah adalah dalam satu mobil hanya terdapat satu orang.
Inilah yang menyebabkan kemacetan semakin parah. Jika melewati kawasan “three
in one” mereka menyewa joki sebagai solusinya. Jakarta oh Jakarta…
Tidak hanya itu,
kemacetan juga disebabkan karena jalan yang ada semakin sempit saja. Jalan di
Jakarta mulai dibangun gedung pencakar langit yang tinggi, sehingga jalan
menjadi sempit tetapi jumlah kendaraan semakin bertambah saja. Terlebih lagi,
sekarang motor dan mobil banyak yang kredit dan hanya dengan membayar DP
sekitar Rp 200.000,00 motor bisa langsung dibawa pulang. Semakin sempit saja
Jakarta ini.
Tidak terlepas dari
hal itu, mereka yang kredit motor mempunyai alasan tersendiri untuk tidak naik
kendaraan umum. Hal pertama adalah karena dengan naik motor bisa mempersingkat
waktu perjalanan. Selain itu juga lebih aman.
Mengapa lebih aman?
Karena zaman sekarang banyak sekali tindak kejahatan yang terjadi di angkutan
umum. Inilah yang mendorong orang-orang untuk memiliki motor sendiri. Selain
itu karena kendaraan umum yang ada banyak yang harus diganti karena tidak layak
pakai dan kurang terawat. Kebanyakan bus yang saya tumpangi, seperti metr* mini
dan k*paja mengendarai bus dengan ugal-ugalan dan kebut-kebutan. Seringkali
saya melihat bus yang tidak ada alat pengukur kecepatannya. Juga ada yang tidak
ada wipernya, padahal wiper sangat penting karena jika tidak ada maka
penglihatan akan buram di kaca mobil. Tentulah
banyak orang yang merasa tidak nyaman dan tidak aman dengan keadaan ini. Inilah
potret kendaraan umum di ibukota.
Pemprov DKI pun
mulai putar otak untuk mengurangi kemacetan, seperti dengan adanya bus Transjakarta
atau yang biasa disebut busway. Menurut beliau, busway dapat mengurangi
kemacetan karena adanya jalur khusus sehingga busway berjalan di jalur bebas
hambatan. Tetapi ternyata upaya itu tidak membuahkan hasil yang signifikan.
Banyak pro dan kontra di dalam pengadaannya.
Dalam hal ini ada
yang diuntungkan dan ada pula yang dirugikan. Yang diuntungkan adalah yang
menggunakan busway karena tidak akan macet. Mereka yang dirugikan karena adanya
jalur khusus busway yang membuat volume jalan semakin sempit saja dan justru
memperparah kemacetan. Hingga akhirnya di beberapa koridor, jalur khusus ini
boleh digunakan oleh kendaraan lain. Kalau begitu, tidak jadi bebas hambatan
lagi dong?
Tidak berhenti
disitu saja, adanya proyek pembangunan monorail diyakini dapat mengurangi
kemacetan karena letak monorail yang ada di atas. Tiang-tiang monorail pun
mulai berdiri kokoh di pusat ibukota. Tetapi entah kenapa, pembangunannya
terhenti hingga sekarang. Mungkin karena biayanya sudah dimakan oleh koruptor,
seperti proyek-proyek yang sudah-sudah.
HANYA di INDONESIA,
monorail hanya ada TIANGnya saja, TANPA ada MONORAILnya. Sungguh menyedihkan.
Padahal rakyat sudah menantikan monorail tersebut.
Yang paling
menyedihkan adalah tiang tersebut justru merusak keindahan, karena tiang itu
terbengkalai dan dicoret-coret oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
Setelah itu
muncullah busway gandeng. Sebenarnya busway gandeng ini terdiri dari dua bis
yang disambung menjadi satu. Menurut saya ini belum menjadi solusi kemacetan. Kemudian saya pernah
lihat di berita, katanya akan direncanakan ada kereta bawah tanah. Tetapi
sekarang berita itu tidak terdengar lagi.
Lalu bagaimana
solusinya?
Terpikirkan oleh
saya, mengapa tidak menggunakan bus tingkat saja? Toh di Negara lain banyak
yang menggunakan bus tingkat. Padahal dulu pernah ada bus tingkat di Jakarta, seperti gambar di samping,
tapi entah kenapa bus tingkat ditiadakan. Sekarang di Solo ada bus tingkat juga, seperti gambar di atas. Menurut saya, bus tingkat dapat
mengurangi kemacetan karena dalam satu bus dapat memuat banyak penumpang, tidak
seperti bus biasa. Tentunya akan menghemat tempat. Saya harap bus tingkat bisa
muncul lagi di Jakarta. Semoga hal itu bisa terwujud.
Komentar
Posting Komentar