Resensi Hikayat

1.    Identitas buku
1.      Judul : Hikayat Tanjung Lesung
2.      Sumber : www.google.com  
3.      Jumlah halaman : 6 halaman 

 2.  Sinopsis ( ringkasan cerita )
Pada zaman dahulu kala ada seorang pengembara dari Laut Selatan bernama Raden Budog. Suatu hari Raden Budog beristirahat di bawah pohon ketapang laut. Perlahan ia tertidur. Dalam tidumya Raden Budog bermimpi mengembara ke utara dan bertemu dengan seorang gadis yang sangat cantik. Tapi ia terbangun karena ada ranting pohon yang jatuh. Dengan perasaan kesal dibantingnya keras-keras ranting itu. Selama berhari-hari bayangan  mimpi itu tidak hilang juga dari pikirannya, hingga suatu hari ia pergi mengembara untuk mencari gadis dalam mimpi itu. Ia pergi bersama anjing dan kuda kesayangannya. Lima hari perjalanan telah ditempuhnya dengan menunggang kuda tanpa turun dari kuda itu. Raden Budog belum menyadari kalau kudanya sangat lelah. Tiba-tiba kuda itu roboh dan terjatuh. Sejenak ia istirahat dan kemudian melanjutkan perjalanan lagi. Tapi sayangnya kuda dan anjingnya tidak mau ikut karena lelah sekali. Raden Budog marah dan mengutuk kuda dan anjing itu menjadi karang. Hingga saat ini di pantai Cawar terdapat karang yang menyerupai kuda dan anjing sehingga disebut Karang Kuda dan Karang Anjing.


Lalu ia melanjutkan perjalanan. Karena ia merasa berat membawa batu asah, maka ia meninggalkan batu asah itu. Sampai saat ini di Legon Waru terdapat sebuah karang yang dikenal dengan Karang Pengasahan. Ia terus melanjutkan perjalanan, tetapi turun hujan deras dan Raden Budog berteduh di dalam gua. Setelah hujan reda ia menutup kembali mulut gua itu dengan daun langkap. Sampai saat ini pintu gua itu tetap tertutup daun langkap yang membatu dan disebut Karang Meumpeuk. Tidak jauh dari Karang Meumpeuk, tibalah Raden Budog pada sebuah muara sungai yang airnya sangat deras. Ia mendengar suara lesung dari seberang sungai. Ia yakin, di seberang sungai terdapat kampung tempat tinggal gadis yang dia cari. Lalu ia menyeberangi sungai itu dan ia bertemu dengan seorang gadis yang sedang memukul lesung. Sri Poh Haci namanya. Setiap hari Sri Poh Haci menumbuk padi menggunakan lesung. Suara lesung itu terdengar merdu sekali hingga semua gadis ikut memainkan lesung itu. Raden Budog memperhatikan Sri Poh Haci. Karena merasa ada yang memperhatikan, ia pulang. Setelah sampai di rumah, datanglah Raden Budog ke rumah gadis itu. Ia berniat menginap, tetapi Nyi Siti, ibu Sri Poh Haci tidak mengizinkannya. Akhirnya ia tidur di luar.
Esok harinya ia mulai berteman dengan Sri Poh Haci. Hingga akhirnya mereka berdua jatuh cinta. Maka merekapun menikah. Raden Budog menjadi sangat suka menabuh lesung. Setiap hari ia menabuh lesung, termasuk hari Jumat. Padahal hari Jumat dianggap hari keramat. Pada hari Jumat Raden Budog menabuh lesung, orang-orang yang melihat berteriak ada lutung yang menabuh lesung. Raden Budog kaget dan ia menyadari kalau dirinya telah menjadi seekor lutung. Raden Budog lari ke dalam hutan di pinggir kampung. Penduduk kampung itu menamainya Lutung Kesarung. Sri Poh Haci sangat malu dengan kejadian itu. Diam-diam dia pergi meninggalkan kampung. Konon Sri Poh Haci menjelma menjadi Dewi Padi. Kampung itu terkenal dengan sebutan Kampung Lesung, karena letaknya di sebuah tanjung, orang-orang menyebutnya Tanjung Lesung. 

3.  Tanggapan
Setelah saya membaca hikayat ini saya menjadi tahu banyak hal. Pertama kali saya membaca hikayat ini saya tidak mengetahui kalau ini merupakan cerita Lutung Kesarung. Karena judul hikayat ini adalah Hikayat Tanjung Lesung, saya menjadi tertarik untuk membacanya, karena saya belum pernah mendengar cerita hikayat ini. Lain dengan hikayat yang sebelumnya saya baca, hikayat ini tidak menggunakan seluruhnya Bahasa Melayu yang menurut saya agak sulit dimengerti. Saya bisa mengerti apabila dibaca berulang-ulang dan penuh konsentrasi.
Seperti yang telah disebutkan, cerita ini menceritakan Lutung Kesarung. Lutung Kesarung itu bernama Raden Budog. Raden Budog adalah orang yang keras kepala. Ia tidak akan mau berhenti berbuat sebelum keinginannya tercapai. Raden Budog juga tidak mau mendengar nasihat orang lain. Ia tetap mengikuti hawa nafsunya sendiri. Ia hanya memikirkan dirinya sendiri. Menurutnya dialah yang paling benar. Sikapnya yang tidak baik itulah yang merubah dirinya menjadi lutung. Kesombongannya telah membuat masa depannya hancur. Ia menyesal, tetapi nasi sudah menjadi bubur. Tidak mungkin bubur menjadi nasi kembali. Begitulah perumpamaan dari keadaan Raden Budog. Menyesal memang terjadi belakangan. Kalau menyesal duluan bukan menyesal namanya. Kesalahan yang telah diperbuatnya telah membuat istrinya malu dan ia kabur dan kemudian dikenal dengan dewi padi.
Cerita ini memberikan pesan yaitu kita tidak boleh menjadi orang yang sombong dan keras kepala. Tak pantas manusia bersikap sombong, karena di mata Tuhan manusia itu sangatlah kecil dan tidak berarti apa-apa. Apa yang bisa dibanggakan? Sikap keras kepala juga tidak baik. Seperti Raden Budog yang menjadi lutung karena ia keras kepala tidak mengikuti aturan adat setempat. Selain memberikan pesan, cerita ini juga memberikan pengetahuan tentang asal-usul terjadinya karang yang berbentuk kuda, anjing, dan batu asah. Selain itu patuhilah aturan adat yang berlaku di tempat yang kita tempati, karena mereka sudah memiliki pengalaman yang lebih daripada kita. Mereka telah banyak makan asam garam. Pengalaman orang terdahulu juga merupakan guru yang baik, walaupun terkadang sering dianggap tidak masuk akal dan sulit dimengerti


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Boneka dari Kertas

Drama Kesehatan

Judul Jurnal (Referensi Skripsi)